⦁ Pengertian Etimologi
Kata Jadal berarti memintal anyaman dengan kuat. Di antara Derivasinya al-Ajdal (burung elang), al-Jadlatu (alat penumbuk lesung), al-Jadal (sengitnya pemusuhan).
Kata Jadal setara dengan kata argument (alasan atau perbedaan pendapat), debat, perselisihan dan lain sebagainya.
Dalam KBBI berarti, pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
⦁ Pengertian Jadal Menurut al-Tufi
Kata Jadal berasal dari; al-Jadlu (kokoh, mematenkan), al-Jadalatu (bumi/tanah), al-Mijladu (istana), dll. Semuanya bermakna kuat (al-Quwwah), tercegah (imtina’), kokoh (al-Syad), mematenkan (al-ihkam). Mengibaratkan kedua belah pihak dalam perdebatan (Jadal) saling memperkokoh bangunan argumentasi masing-masing, dengan berusaha menjatuhkan lawannya serta mempertahankan argumentasi dirinya.
Jadal adalah ilmu atau alat yang digunakan untuk membungkam argumen lawan dengan menggunakan dalil dan argumen tertentu. al-Tufi hlm. 4.
⦁ Metode Jadal al-Qur’an Ada Dua Tipe:
1. Metode yang mengandalkan kekuatan retorika (keterampilan bahasa) dan logika.
2. Metode yang mengandalkan kelihaian meruntuhkan mental lawan. Hlm. 36. (55).
Pembagian ini bersifat aksentuatif, dalam arti masing-masing berpotensi untuk memiliki dua kekuatan ini, namun satu di antaranya adalah dominan.
⦁ Metode Pertama (Metode yang mengandalkan kekuatan retorika (keterampilan bahasa) dan logika.)
1. Al-Istidlal al-Hamli, yaitu penyusunan argumentasi dengan mengawinkan premis-premis tertentu. Metode ini sering dipakai oleh para filsof dan pakat teolog. Kemustahilan bertemunya dua hal pada ruang dan waktu yang sama misalnya.
Contoh ayat: Surat ke-6 ayat 76-80, Subjek: Ibrahim-Kaumnya, Topik: Tuhan Alam Semesta.
2. Al-Istidlal al-Istisna’iy, yaitu membangun sebuah argumentasi dengan membuat pengandaian mengenai sesuatu (objek yang dibahas). Maksud dari metode ini, yaitu mustadil menyandarkan keabsahan sebuah pernyatan (malzum) pada sesuatu yang inhern di dalamnya (lazim). Dalam artian bila lazim salah (tidak ada), maka demikian pula yang terjadi pada malzum. Bila metode ini dipakai untuk menghadapi orang yang menyembah matahari, maka akan ada untaian premis:
“Bila matahari adalah Tuhan (malzum), maka niscaya ia tidak akan lenyap di malam hari.”
Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk meniadakan meniadakan lazim dari suatu pernyataan. Dengan kata lain, mementahkan argumen lawan dengan menyebutkan kemustahilannya dikarenakan tidak tercukupinya syarat untuk menuju kepada maksud argumen tersebut.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 21-24, Subjek: Allah-Kaum Kafir, Topik: Ibadah kepada Allah.
3. Qiyas al-Dilalah, membangun argumentasi dengan menggunakan suatu ungkapan yang dapat menunjukkan (menjadi dilalah) kepada apa yang dimaksud.
Contoh metode ini, Ungkapan “cairan” ini tidak dapat digunakan untuk menghilangkan hadas yang dimaksudkan untuk menyebut bahwa benda tersebut tidak dapat menghilangkan najis.
Contoh ayat: Surat ke-14 ayat 9-14, Subjek: Para rasul-Kaumnya, Topik: Wujud Tuhan.
4. Al-Istifar, yaitu metode sanggahan dalam Jadal al-Qur’an. Metode ini dilakukan dengan meminta pihak lawan untuk menjelaskan kata-kata yang masih ambigu dari argumentasi yang telah ia sampaikan.
Contoh ayat: Surat ke-20 ayat 47-55, Subjek: Fir’aun, Musa dan Harun, Topik: Kenabian Musa dan Harun.
5. Fasad al-Wad’i wa al-I’tibar, adalah menyanggah dengan menunjukkan kesalahan mustadil dalam pengambilan landasan argumentasi.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 84-85, Subjek: Allah-Ahli Kitab, Topik: Larangan membunuh dan lain sebagainya.
6. Al-Man’, secara literal berarti menolak atau mencegah. Metode ini dipakai untuk menyatakan keberatan hati Mu’tarid menerima pernyataan Mustadil, baik disertai dengan pendapat Mu’tarid atau tidak. Dalam praktiknya, metode ini hampir sama dengan makna i’tirad, karena itu, dalam banyak kesempatan metode ini disertai dengan metode jadal lainnya.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 11-13, Subjek: Mukminun-Munafiqun, Topik: Ajakan untuk beriman.
7. Al-Taqsim, adalah metode untuk menanggapi pernyataan seseorang. Kerja metode ini dijalankan dengan menimbulkan keraguan di benal Mustadil, yaitu dengan menyebutkan rincian kemungkinan pemaknaan lain dari sebuah kata yang dinyatakan Mustadil.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 94, Subjek: Allah-Kaum Yahudi, Topik: Pengakuan Yahudi bahwa Mereka adalah Putera Tuhan.
8. Al-Qad, adalah metode menyanggah dengan jalan mencela pernyataan Mustadil, dengan alasan bahwa pernyataan itu dapat menimbulkan sebuah sesuatu yang justru jauh dari kemaslahatan (kebaikan).
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 30-33, Subjek: Allah-Malaikat, Topik: Penunjukan Adam sebagai Khalifah.
9. Qiyas al-I’adah, metode ini untuk menghadapi mereka yang tidak percaya kepada adanya pencipta alam semesta serta mengingkari adanya hari kebangkitan dan kehidupan setelah mati.
Metode ini dijalankan dengan menggambarkan kekuasaan Allah untuk menghidupkan orang mati, menciptakan langit di Bumi, mengeluarkan api dari pohon dan lain sebagainya.
Contoh ayat: Surat ke-6 ayat 1-2, Subjek: Allah-Kaum Kafir, Topik: Pencipta Alam Semesta.
10. Al-Mu’aradah, adalah metode Jadal dengan menunjukkan pertentangan (kontradiksi internal) dalam pernyataan lawan (mustadil). Metode ini juga bisa dilakukan dengan mengatakan bahwa pernyataan Mustadil justru merugikan dirinya sendiri. Maksud dari ayat di dalamnya bahwa ajaran tersebut adalah ajaran terdahulu.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 135, Subjek: Allah-Kaum Yahudi dan Nasrani, Topik: Anggapan Kaum Yahudi dan Nasrani tentang Hidayah.
11. Al-Farqu, metode ini dipakai bila seorang pendebat menghadapi pernyataan yang menyamakan dua hal yang berbeda. Jadi fungsinya adalah membatalkan analogi dua hal berbeda dengan menyebutkan keunikan jawaban. Metode ini juga bisa dijadikan jawaban bagi pertanyaan yang menggunakan metode al-Istifar.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 258, Subjek: Ibrahim-Namrud, Topik: Tuhan Alam Semesta.
12. Al-Qaul bi al-Mujab, metode ini digunakan untuk menjawab pernyataan yang memiliki landasan yang tidak tepat. Metode ini ialah dengan menerima sebagian pernyataan mustadil dan meluruskan jalan pikirannya yang tidak tepat tersebut.
Contoh ayat: Surat ke-11 ayat 25-34, Subjek: Nuh-Kaumnya, Topik: Seruan kepada Tauhid.
13. Al-Sabru wa al-Taqsim, metode ini adalah metode sanggahan dengan mengajukan pernyataan mengenai alasan pernyataan lawan.
Contoh ayat: Surat ke-6 ayat 143-144, Subjek: Allah-Kaum Kafir, Topik: Haramnya binatang.
⦁ Metode Kedua (Metode yang mengandalkan kelihaian meruntuhkan mental lawan)
1. Al-Intiqal, adalah berpindah dari pemakaian suatu argumen pada argumen lainnya, dengan andaian bahwa lawan tidak menguasai argumen pertama sehingga tidak dapat menjawabnya. Di satu sisi ini, perpindahan ini menunjukkan sportifitas mustadlil, dengan memberikan penyampaian yang mampu dicerna lawannya. Perpindahan itu juga menunjukkan kelebihluasan wawasan mustadlil dari lawanya.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 258, Subjek: Ibrahim-Namrud, Topik: Tuhan Alam Semesta.
2. Al-Naqd, adalah metode debat dengan cara memancing mental lawan agar mengeluarkan pernyataan yang nantinya akan menjebak dirinya-sendiri.
Untuk melakukannya, seorang pendebat dituntut memiliki kepiawaan menggiring alur pikir lawan untuk kemudian menjeratnya dengan pernyataan sendiri.
Contoh ayat: Surat ke-2 ayat 91, Subjek: Rasul-Kaum Yahudi, Topik: Seruan untuk mematahi ajaran al-Qur’an.
(Muh. Sabiq Basyiri Abdul Mu’thi)