Studi Kritis Lathaif al-Isyarat karya al-Qusyairi

A. Pendahuluan

    Meminjam perumpamaan Quraish Shihab, bahwa Al Qur’an adalah berlian yang memancarkan cahaya dan keindahan dari setiap sisinya yang istimewa dan berbeda satu sama lain. Melihat dari satu sudutnya belum tentu sama dari sudut yang lain. Al Qur’an mampu memberikan “pelayanan” dan “penyediaan informasi” yang mengena bagi setiap orang. Baik itu dari kalangan awam, orang biasa, bahkan sampai selevel orientalis

    Diantara para penggali makna Al Qur’an itu, diantaranya adalah Al-Qusyairi. Salah seorang ulama kawakan yang memiliki spesialisasi keilmuan dalam bidang tasawwuf. Sejarah membuktikan bahwa salah satu karya al-Qusyairi ini dalam perkembangannya telah menjadi salah satu rujukan utama (prominent reference). Sejak kemunculannya, tafsir Al-Qusyairi diapresiasi lebih karena al-Qusyairi menggunakan corak isyari yang berbeda dengan kebanyak tafsir isyari  lainnya.

    Maka, berangkat dari pandangan diatas, tulisan pemakalah saat ini berusaha untuk menghadirkan kembali kajian mengenai al-Qusyairi dengan berbagai sisi kelebihan dan kekurangannya. Usaha yang bisa dilakukan adalah dengan melacak dari salah satu karyanya dalam bidang tafsir (yang monumental) yaitu Kitab Lataif Al-Isyarat. Pemakalah berharap dengan mengkaji lebih jauh, diharapkan apresiasi terhadap karya Al-Qusyairi ini dapat kembali berkembang dan bisa menjadi material compare terhadap tafsir lainnya. Semoga.

B. BIOGRAFI

  1. Silsilah Al-Qusyairi

     Nama lengkap al-Qusyairi adalah Abdul Karim ibn Hawazin ibn Abdul Malik ibn Thalhah bin Muhammad [1] al-ustuwa’i al-Qusyairi al-Naisaburi al-Syafi’i, nama kun-yahnya Abul Qasim dan bergelar Zain al-Islam , namun lebih dikenal dengan nama al-Qusyairi. Adapun beberapa gelar yang disandang oleh al-Qusyairi yaitu : pertama, An-Naisaburi, sebuah gelar yang dinisbatkan pada nama kota Naisabur atau Syabur, salah satu ibu kota terbesar negara Islam pada abad pertengahan, di samping kota Balkh-Harrat dan Marw[2]. Kedua, al-Qusyairi, nama Qusyairi adalah sebutan marga Sa’ad al-Asyirah al-Qahthaniyah. Mereka adalah sekelompok orang yang tinggal di pesisiran Hadramaut[3]. Ketiga, al-Istiwa, orang-orang yang datang dari bangsa Arab yang memasuki daerah Khurasan dari daerah Ustawa, yaitu sebuah negara besar di wilayah pesisiran Naisabur, yang berhimpitan dengan batas wilayah Nasa[4]. Keempat, Asy-Syafi’i sebuah penisbatan nama pada madzhab Syafi’i yang didirikan oleh al-Imam Muhammad ibn Idris ibn Syafi’i pada tahun 150-204 H/767-820 M. Kelima, al-Qusyairi memiliki gelar kehormatan, antara lain: al-Imam, al-Ustadz, asy-Syaikh, Zainul Islam[5], al-Jami’ baina Syari’ati wa al-Haqiqah (perhimpunan antara nilai syariat dan hakikat). Gelar-gelar ini diberikan sebagai wujud penghormatan atas kedudukan yang tinggi dalam bidang tasawuf dan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

          Al-Qusyairi lahir di Ustuwa pada bulan Rabi’ul Awal tahun 376 H/986 M. Dimana kota Ustuwa tersebut mempunyai kekayaan sejarah peradaban islam di dunia Timur yang terletak dikawasan Khurasan. Namun seperti daerah lain di kota Khurasan, pada masa-masa sebelum dan penaklukan Mongol pada abab ke-7 H/ Ke 13 M,  kota Ustuwa lenyap dan tidak meninggalkan jejak[6]. Al-Qusyairi mempunyai garis keturunan dari pihak ibu berporos pada moyang atau marga Sulami, paman dari pihak ibu, Abu Aqil al-Sulami termasuk para pembesar yang menguasai daerah Ustawa. Marga Al-Sulami sendiri dapat ditarik dari salah satu bangsa, yaitu : al-Sulami yang menisbatkan pada Sulaim dan al-Sulami yang dinisbatkan pada bani Salamah. Ia meninggal di Naisabur, Ahad pagi tanggal 16 Rabi’ul Akhir tahun 465 H/1073 M. Ketika beliau berumur 87 tahun. Jenazah beliau disemayamkan di sisi makam gurunya, Syaikh Abu Ali al-Daqaq. Beliau menjadi yatim ketika masih kecil, kemudian diasuh oleh Abul Qasim al-Yamany, sahabat karib keluarga Qusyairi[7].

       Al-Qusyairi menikah dengan Fatimah, putri guru sejatinya (al-Daqaq). Dia seorang wanita berilmu dan mempunyai banyak prestasi dibidang sastra, ia merupakan seorang wanita beradab, dan termasuk ahli zuhud yang diperhitungkan di zamannya. Beliau hidup bersamanya semenjak tahun 405 H/1014 M – 412 H/1021 M dan meninggalkan enam orang putra dan seorang putri. Kesemuanya adalah ahli ibadah. Al-Qusyairi berangkat haji dengan ulama-ulama terkemuka yang sangat dihormati pada waktu itu, di antaranya adalah Syaikh Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf al-Juwainy, salah seorang ulama tafsir, bahasa dan fiqh.[8] Beliau termasuk orang yang pandai menunggang kuda[9].

  1. Aktivitas Pendidikan dan Keilmuan Al-Qusyairi

      Al-Qusyairi lahir sebagai yatim[10], bapaknya meninggal dunia saat usianya masih kecil. Sepeninggal bapaknya, tanggungjawab pendidikan diserahkan pada Abu al-Qosim al-Yamany. Ketika beranjak dewasa, Al-Qusyairy melangkahkan kaki meninggalkan tanah kelahiran menuju Naisabur, yang saat itu menjadi Ibukota Khurasan. Pada awalnya, kepergiannya ke Naisabur untuk mempelajari matematika. Hal ini dilakukan karena Al-Qusyairy merasa terpanggil menyaksikan penderitaan masyarakatnya, yang dibebani biaya pajak tinggi oleh penguasa saat itu. Dengan mempelajari matematika, ia berharap, dapat menjadi petugas penarik pajak dan meringankan kesulitan masyarakat saat itu.

         Keilmuan al-Qusyairi sangatlah luas dan mendalam, dan hampir semua cabang ilmu dia kuasai seperti Ushuluddin atau teologi yang mana disini ia menganut madzhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, untuk itu ia menulis sebuah kitab yang berjudul Syakayatu Ahli al-Sunnah Bi Hikayati Maa Naalahun Min al-Mihnah.  ilmu Fiqih: dalam cabang ini ia dikenal sebagai ahli fiqh madzhab Syafi’i. Adapaun cabang selanjutnya yang juga sangat ia kuasai adalah cabang Tasawuf yang terkenal dengan kitab karyanya yang berjudul Risalatu al-Qusyairiyyah. Selain itu al-Qusyairi juga dikenal sebagai seorang ahli hadits, ahli bahasa dan sastra, seorang mengarang dan penyair, ahli dalam bidang kaligrafi, penunggang kuda yang berani, namun dunia tasawuf lebih dominan pada dirinya dan lebih populer bagi kebesarannya.

  1. Guru-guru al-Qusyairi[11]

        Selain Abu Ali al-Hasan ibn Ali al-Naisaburi al-Daqaq. Al-Qusyairi pun mempunyai beberapa guru, antara lain: (1). Abu Abdurrahman Muhammad ibn al-Husin ibn Muhammad al-Azdi al-Sulami al-Naisaburi (325 H/936 M – 412 H/1012 M), seorang sejarahwan, ulama sufi sekaligus pengarang. (2). Abu Bakar Muhammad ibn al-Husain ibn Furak al-Anshari al-Ashbahani, meninggal tahun 406 H/1015 M, beliau seorang imam usul fiqh. (3). Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn Mahran al-Asfarayaini meninggal tahun 418 h/1027 M, seorang cendekiawan bidang fiqh dan usul fiqh yang besar di daerah Isfarayain. Kepadanya beliau belajar Ushuluddin. (4). Abu Manshur aliah Abdur Qahir ibn Muhammad al-Baghdadi al-Tamimi al-Asfarayaini, meninggal tahun 429 H/1037 M, kepadanya beliau belajar madzhab Syafi’i.

  1. Karya-karya al-Qusyairi[12]

   Al-Qusyairi merupakan salah seorang ulama’ yang produktif didalam sebuah pembuatan karya, yaitu berupa kitab-kitab yang berisikan tentang kaidah tasawuf , teologi, fiqh dan lain-lain. adapun  karya-karya beliau Antara lain:

1) Lataif al-Isyarah

2) Adab al-Shufiyah

3) Al-Arba’un fi al-Hadits

4) Istifadhah al-Muradat

5) Balaghah al-Maqashid fi al-Tasawuf

6) At-Tahbir fi Tadzkir

7) Tartib al-Suluk, fi Thariqillahi Ta’ala

8) Al-Tauhid al-Nabawi

9) At-Taisir fi ‘Ilmi al-Tafsir, dll.

C. Kitab Tafsir Lataif Al-Isyarah

  1. Sistematika kitab Lataif al-Isyarah

       Kitab tafsir yang berada ditangan penulis adalah kitab tafsir Imam Abi al Qasim Abdul Karim Ibn Hawazan Ibn Abdul Mulk al Qushayrial-Naysaburi-al-Shafi’iy, editor Abdul Latif Hasan Abdurrahman. Diterbitkan di Beirut oleh Dar al Kutub al ‘Ilmiyyah pada tahun 2007, yang berjumlah tiga jilid dengan jumlah halaman -+ 700 halaman.

     Sistematika yang ditempuh oleh al-Qusyairi didalam menafsirkan kitab tafsirnya adalah dengan cara menafsirkan seluruh ayat al-Qur’an sesui dengan urutan mushaf al-Qur’an resam utsmani, yaitu dimulai dari surat al-Fatihah sampai berujung pada surat al-Nas.

        Pada tiap penafsiran biasanya beliau memulai dengan penafsiran atas lafadz basmalah, baru dilanjutkan dengan penafsirannya terhadap ayat-ayat lain, tidak jarang beliau juga menafsirkan huruf – huruf muqotto’ah dan juga tiap-tiap huruf dalam satu ayat. Hal itu menunjukkan akan besar dan luasnya pengetahuan al-Qusyairi didalam memahami firman Allah tersebut.

  1. Metode Penafsiran kitab Lataif al-Isyarah

     Dalam dunia penafsiran dikenal yang namanya metode untuk digunakan seorang penulis didalam menafsirkan al-Qur’an. Secara umum metode penafsirkan terbagi menjadi empat, yaitu metode ijmali (Global), metode tahlili, metode muqarin, dan metode maudlu’i (tematik).[13]

     Al-Qusyairi dalam muqaddimahnya telah menuliskan metode yang beliau pakai didalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dimana  terdapat dua metode yang digunakan, yaitu pertama, dengan menukil ucapan, pendapat atau kaedah dari orang-orang shaleh yang diyakini sebagai orang suci, para aulia/kekasih Allah swt. Hal ini dapat beliau lakukan dengan cara mendengar langsung dari guru-guru beliau. Kedua, pemahaman al-Qusyairi sendiri terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan bantuan ilmu-ilmu tasawuf yang telah ia kuasai[14].

          Kitab ini berisikan isyarat-isyarat al-Qur’an dengan pemahaman ahli ma’rifat, baik dari ucapan mereka maupun kadah yang mereka buat. Imam al-Qusyairi membuat buku ini dengan keua metode tersebut, buku ini dibuat dengan gaya ringkas dan simpel agar tidak membosankan, dengan berharap kepada Allah swt.[15]

  1. Corak Penafsiran Kitab Lataif al-Isyarah

        Salah satu tolok ukur yang digunakan dalam kategorisasi tafsir adalah corak tafsir, dimana tiap-tiap mempunyai corak tersendiri yang membedakan dengan tafsir-tafsir lain. adapun yang disebut dengan corak tafsir disini adalah kecenderungan atau aliran keilmuan mufassir yang mewarnai tafsirannya.

        Merujuk pada pernyataan diatas, tafsir Lataif al-Iasyarah ini masuk dalam kategori corak sufi, karena pembahasannya banyak diwarnai oleh nuansa sufistik. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat al-Qusyairi merupakan salah seorang tokoh sufi yang sangat berpengaruh di dunia islam dan khususnya dunia sufisme, bahkan beliau juga mempunyai sebuah karya yang berisikan tentang kaedah-kaedah sufi, kitab tersebut berisikan tentang dua hal adapun yang pertama  menjelaskan tentang biografi para sufi dan mengutip beberapa perkataan mereka. yang kedua menjelaskan tentang kaedah umum tentang ilmu tasawuf[16].  Buku ini ditulis pada tahun 473 H dan diajakan kepada umat islam di nengara-negara islam saat itu. kitab ini beliau beri nama al-Risalah al-Qusyairiyyah.

  1. Karakteristik Kitab Tafsir Lataif al-Isyarah

         Setelah melakukan pembahasan terhadap kitab Lataif al-Isyarah karya al-Qusyairi ini, akahirnya penulis menemukan beberapa karakteristik yang melekat pada tafsir tersebut, adapun salah satu diantaranya adalah: pertama, kitab ini berisikan isyarat-isyarat al-Qur’an dengan pemahaman ahli ma’rifat baik dari ucapan mereka maupun kaedah-kaedah yang mereka buat. Isyarat yang dimaksudkan disini adalah pemahaman hikmah dengan cara halus, yaitu pemahaman berdasarkan hakekat, penafsiran dengan gaya seperti ini lain daripada yang lain, yaitu penafsiran yang luar biasa dari kebiasaan . dimana para mufassir selalu berpegang perangkat atau ilmu-ilmu tentang tafsir seperti Nahwu, tata bahasa dan ilmu-ilmu lain. tafsir ini hanya berdasarkan pada pengaruh dari perasaan seorang sufi dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Pemahaman yang didapatkan setelah melakukan mujadalah dengan berpegang teguh pada karunia Allah swt[17].

       Kedua, kitab ini merupakan kitab yang sepenuhnya ditafsirkan dengan cara isyari, berbeda dengan tafsir Ruh al-Ma’aniy karya al-Aalusiy yang tidak semuanya ditafsirkan dengan isyari melainkan perpaduan anatar isyari dan kebahasaan[18]

          Ketiga, aliran teologi al-Qusyairi adalah Sunni yang menolak mujassimah, yaitu sebuah faham yang menjisimkan Allah dan secara tidak langsung telah menyamakan Allah swt dengan makhluk.[19]

  1. Contoh Penafsiran

           Untuk mempermudah dan memperjelas suatu pembahasan dibutuhkan suatu contoh nyata yang berkaitan dengan pembahasan tersebut. dan disini penulis memaparkan beberapa contoh yang dapat membantu pembaca didalam memahami kajian atas tafsir Lataif al-Isyarah karya al-Qusyairi ini.

          a. Penafsiran terhadap huruf-huruf Muqotto’ah[20]

Surat al-Baqarah ayat 1.

الم (1)

هذه الحروف المقطعة في أوائل السورة من المتشابِه الذي لا يعلم تأويله إلا الله – عند قوم ، ويقولون لكل كتاب سر ، وسر الله في القرآن هذه الحروف المقطعة . وعند قوم إنها مفاتح أسمائه ، فالألف من اسم ( الله ) ، واللام يدل على اسمه « اللطيف » ، والميم يدل على اسمه « المجيد » و « الملك » .

             Ini merupakan huruf muqotto’ah yang berada pada permulaan surat dan termasuk sesuatu yang mutasyabihat yang maksutnya tidak dapat diketahui kecuali Allah. Mereka para ahli hakekat berkata bahwa pada setiap kitab itu terdapat rahasia, dan rahasia Allah didalam al-Qur’an adalah huruf Muqotto’ah ini. dan menurut para ahli hakekat berpendapat bahwa huruf muqotto’ah merupakan pembuka dari nama-nama-Nya, adapun huruf “alif” berarti “Allah”, huruf “lam” menunjukkan pada nama-Nya “Latif” sedangkan huruf “Mim” menunjukkan pada nama-Nya “Majiid” dan “Mulk”

       Dalam contoh yang pertama ini sedikit banyak telah membuka cakrawala kita terhadap al-Qusyairi dan tafsirnya, yang pertama, mengenai karakteristik tafsirnya yaitu memulai setiap tafsirannya dengan penafsiran terhadap huruf-huruf muqott’ah. Kedua, dimana beliau mencoba menggunakan hakekat untuk menta’wilkan huruf-huruf muqotto’ah walaupun sebelumnya terlebih dahulu telah diberi keterangan bahwa tidak ada satupun yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah swt. Hal ini berbeda dengan kebanyakan para mufassir yang sama sekali tidak berani menyentuh maksud dari huruf-huruf muqotto’ah tersebut, sebagaimana imam Jalaluddin didalam tafsirnya Jalalain , sebagai berikut[21]:

الم

“الم” اللَّه أَعْلَم بِمُرَادِهِ بِذَلِكَ .

“Alif lam mim” “Allah lebih mengetahui maksutnya itu”

            b. Pemahaman Berdasarkan Hakekat

Surat Yusuf ayat: 19[22]

 وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلَامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (19)

             Secara teks,  ayat tersebut hanya memberikan kita gambaran atas cerita nabi Yusuf as yang dibuang oleh para saudara-saudaranya kedalam sebuah sumur, lantas datang segerombolan mufassir yang hendak pergi ke kota Mesir dan berniat beristirahat sejenak untuk minum, lalu mereka menimba sumur itu dan mendapati yusuf didalam timbanya, mereka sangat senang karena anak (yusuf) tersebut nanti dapat dijual dengan harga mahal di Mesir.

          Akan tetapi berbeda dengan pemahaman yang diberikan oleh al-Qusyairi dalam kitab tafsirnya. Dalam tafsirnya beliau menulis sebagai berikut:

ليس كلُّ من طلب شيئاً يُعطى مرادَه فقط بل ربما يُعْطَى فوق مأموله؛ كالسيارة كانوا يقنعون بوجود الماء فوجدوا يوسفَ عليه السلام .

ويقال ليس كل مَنْ وَجَدَ شيئاً كان كما وجده السيارة؛ توهموا أنهم وجدوا عبداً مملوكاً وكان يوسف – في الحقيقة – حُرَّاً .

ويقال لمَّا أراد اللَّهُ تعالى خلاصَ يوسف – عليه السلام – من الجُبِّ أزعج خواطر السِّيارة في قصد السفر ، وأعدمهم الماءَ حتى احتاجوا إلى الاستقاء لِيَصِلَ يوسف عليه السلام إلى الخلاص ، ولهذا قيل : ألا رّبَّ تشويشٍ يقع في العَالَم ، والمقصودُ منه سكونُ واحدٍ . كما قيل : رُبَّ ساع له قاعد

Tidak semua orang yang meminta sesuatu itu hanya mendapat sebatas harapannya saja, bahkan tidak jarang justru mendapat lebih dari itu, seperti yang terjadi pada para musaffir ini, yang sebenarnya mereka harapkan hanyalah air untuk minum, akan tetapi ternyata mendapat lebih dari itu, mendapatkan yusuf as.

Dan dikatakan juga bahwa tidak setiap sesuatu yang didapat itu sesuai dengan persepsi orang yang mendapatkannya, sebagaimana mereka para musaffir yang mendapati yusuf yang dikira seorang sahaya yang bisa mereka jual, padahal hakekatnya ia adalah seorang hamba merdeka bahkan seorang rasul.

Dan dikatakan juga bahwa ketika Allah swt menghendaki selamatnya yusuf as.dari dalam sumur, maka Allah swt menggerakkan hati para musaffir untuk bepergian, dan juga Allah swt menjadikan mereka kekurangan air minum sehingga mereka mencari sumur dimana didalamnya ada yusuf, dan ini yang menjadi penyebab selamat dan terangkatnya yusuf dari sumur, oleh karena itu sebagaimana dikatakan oleh para auliya’” ingatlah, mungkin saja adanya kekacauan dijagad alam ini, dan itu ternyata ada maksud untuk memberikan ketenangan bagi lainnya” dan sebagaimana telah dikatakan bahwa banyak orang berjalan tapi ternyata ia dipandu oleh orang yang duduk.”

       Pada contoh yang kedua ini dapat dilihat corak penaafsiran al-Qusyairi yang berpegang pada penafsiran isyari atau sufi, yaitu dengan mengeluarkan makna dzahir dari ayat dan memaparkan makna batin yang terkandung, tentunya menggunakan pendekatan hakekat yang telah ia kuasainya. Isyarat yang dimaksudkan disini adalah pemahaman hikmah dengan cara halus, yaitu pemahaman berdasarkan hakekat tadi.

  1. Menolak Faham Mujassimah[23]

Surat al-Baqarah ayat:19

قوله جلّ ذكره : { ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيءٍ عَلِيمٌ } .

فالأكوان بقدرته استوت ، لا أن الحق سبحانه بذاته – على مخلوق – استوى ، وأَنَّى بذلك! والأحدية والصمدية حقه وما توهموه من جواز التخصيص بمكان فمحال ما توهموه ، إذ المكان به استوى ، لا الحق سبحانه على مكانٍ بذاته استوى .

Dan adapun firman Allah swt yang artinya {“dan dia berkehendak/bersemayam menuju langit. Dan dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”} maksudnya adalah seluruh alam/makhluk ciptaannya itu yang hakikatnya bersemayam (menempati sebuah ruang) dengan qudrat-Nya dan bukan sebaliknya, Dia yang bersemayam pada makhluk ciptaa-Nya (‘arsy) karena itu tidak mungkin terjadi. karena Dia adalah dzat yang Ahad dan Shamad (tempat bergantung segala sesuatu), maka apa yang dipersepsikan oleh sebagian orang bahwa mungkin boleh bagi-Nya untuk bersemayam pada suatu tempat adalah suatu yang sangat mustahil, karena tempatlah yang bersemayam/butuh pada-Nya, bukan Dia yang membutuhkan tempat itu.

             Dari keterangan yang diberikan oleh al-Qusyairi diatas dapat memberi gambaran terhadap kita mengenai faham yang dianut oleh al-Qusyairi adalah ahlu al-sunnah wa al-Jama’ah yang menolak faham mujassimah, al-Qusyairi menolak pemahaman bahwa Allah swt itu bersemayam pada sebuah ciptaan (‘Arsy), melainkan ciptaan tersebut yang bersemayam/butuh pada-Nya. [Zuliana]

[1]Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmi, 2007), hlm.3.    lihat juga di  Ma’ruf Zuraiq Dan Ali Abdul Hamid Baltahzi,Muallif Al-Kitab, Dalam Abd Al-Karim Hawazin Al-Qusyairi, Al-Risalah Al-Qusyairiyyah Fi Ilm Al-Tasawwuf (T.Tp: Dar Al-Khair,Tt.).hlm.5.

[2] Al-Qusyiri, risalah al-Qusyairiyyah fi ilm al-tasawwuf, trj. Umar faruq (jakarta :pustaka amani, 1998),hlm.10. lihat juga di Ma’ruf  Zuraiq Dan Ali Abdul Hamid Baltahzi,Muallif Al-Kitab…,hlm.5.

[3] Ibid, hlm,5-6.

[4] Ibid, hlm, 6.

[5] Mani’ Abd Halim Mahmud (Trj), Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2006), hlm,179.

[6] Ma’ruf  Zuraiq Dan Ali Abdul Hamid Baltahzi, Muallif Al-Kitab…,hlm.7.

[7] Ibid, hlm.8.

[8] Al-Qusyiri, risalah al-Qusyairiyyah fi ilm al-tasawwuf, trj. Umar faruq, hlm.7.

[9] Akbarizan,”sufism dan pendidikan”(studi tentang kitab al-risalah al-qusyairiyyah)”.tesis, program pasca sarjana, IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1997, hlm.25.

[10] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, hlm.3

[11] Ibid.

[12] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, hlm.4. lihat juga di Ma’ruf  Zuraiq Dan Ali Abdul Hamid Baltahzi, Muallif Al-Kitab, hlm..9. lihat juga di Al-Qusyiri, risalah al-Qusyairiyyah fi ilm al-tasawwuf, trj. Umar faruk..hlm,10.

[13] Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, Cet.II, 2000), hlm.13.

[14] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat…,Hlm.5.Lihat Juga Abbas Arfan Baraja, Ayat-Ayat Kauniyah “(Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam Al-Qusyairi Terhadap Beberapa Ayat Kauniyah Dalam Al-Qur’an)”,(Malang:UIN Malang Press,2009), Hlm.80.

[15] Mani’ Abd Halim Mahmud (Trj), Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, hlm.183.

[16] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat,Hlm.5. Lihat Juga Abbas Arfan Baraja, Ayat-Ayat Kauniyah “(Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam Al-Qusyairi Terhadap Beberapa Ayat Kauniyah Dalam Al-Qur’an)” hlm.81-82.

[17] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat,Hlm.5.Lihat Juga Abbas Arfan Baraja, Ayat-Ayat Kauniyah “(Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam Al-Qusyairi Terhadap Beberapa Ayat Kauniyah Dalam Al-Qur’an)” hlm.81-82.

[18] Kodirun, Lataif Al-Isyarat Karya Al-Qusyairi (Telaah Atas Metode Penafsiran Seorang Sufi Terhadap Alqur’an)”, Skripsi, Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Usuluddin, IAIN Sunan Kaljaga, 2001, hlm70.

[19] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat,Hlm.5.Lihat Juga Abbas Arfan Baraja, Ayat-Ayat Kauniyah “(Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam Al-Qusyairi Terhadap Beberapa Ayat Kauniyah Dalam Al-Qur’an)” hlm125.

[20] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, hlm.13

[21] Jalauddin Al-Mahalliy dan Jalaluddin al-Syuyuti, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Surabaya: Nurul Hidayah), hlm.2.

[22] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, hlm.71-72.

[23] Al-Qusyairi, Lataif Al-Isyarat, hlm. 33.

Daftar Pustaka

Abbas Arfan Baraja. 2009. Ayat-Ayat Kauniyah “(Analisis Kitab Tafsir Isyari (Sufi) Imam Al-Qusyairi Terhadap Beberapa Ayat Kauniyah Dalam Al-Qur’an)”. Malang:UIN Malang Press.

Akbarizan,”sufism dan pendidikan”(studi tentang kitab al-risalah al-qusyairiyyah)”.tesis,program pasca sarjana, IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1997

Al-Mahalliy , Jalauddin dan al-Syuyuti , Jalaluddin. Tafsir al-Qur’an al-Adzim. Surabaya: Nurul Hidayah.

Al-Qusyairi. 2007. Lataif Al-Isyarat. Bairut: Dar Al-Kutub Al-Ilmi.

al-Qusyiri, risalah al-Qusyairiyyah fi ilm al-tasawwuf, trj. Umar faruq. 1998 .jakarta :pustaka amani.

Kodirun, Lataif Al-Isyarat Karya Al-Qusyairi (Telaah Atas Metode Penafsiran Seorang Sufi Terhadap Alqur’an)”, Skripsi, Jurusan Tafsir Hadits, Fakultas Usuluddin,IAIN Sunan Kaljaga,2001

Mahmud , Mani’ Abd Halim (Trj).2006. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Baidan, Nasruddin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogayakarta:Pestaka Pelajar.Cet.II.

Zuraiq , Ma’ruf  dan Hamid , Ali Abdul Baltahzi,Muallif Al-Kitab, Dalam Abd Al-Karim Hawazin Al-Qusyairi, Al-Risalah Al-Qusyairiyyah Fi Ilm Al-Tasawwuf .T.Tp: Dar Al-Khair,

Tinggalkan komentar